Suasana musyawarah warga Desa Kaligambir Kabupaten Blitar bersama aparatur Desa setempat, Rabu (08/05/2024) siang.
Blitar, SinarPerbatasan.com – Warga Desa Kaligambir, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yang terdampak aktivitas tambang Bentonit mengadakan musyawarah dengan Kepala Desa Kaligambir, bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Karang Taruna, Tokoh Masyarakat dan RT se- Desa Kaligambir di Pendopo Balai Desa Kaligambir, pada Rabu (08/05/2024) siang.
Pertemuan tersebut membahas isu penolakan terhadap tambang yang diduga beroperasi tanpa izin resmi dan potensi dampaknya terhadap lingkungan dan infrastruktur.
Kepala Desa Kaligambir, Abdul Manap saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari keresahan masyarakat terkait aktifitas tambang.
“Hari ini kami mengadakan musyawarah dengan perwakilan dari RT di seluruh desa. Hasilnya, mayoritas warga menolak tambang,” ujarnya.
“Kami akan segera mengirim surat kepada Bupati untuk menyampaikan keputusan masyarakat bahwa mayoritas menolak tambang,” imbuhnya.
Aktivitas tambang di desa ini menimbulkan kekhawatiran warga karena dampak negatifnya terhadap lingkungan dan masyarakat. Kepala desa menegaskan bahwa pemerintah desa akan mendukung keputusan hasil musyawarah ini.
“Jika masyarakat menolak, kami juga menolak sesuai dengan hasil musyawarah hari ini,” tegas Abdul Manap.
Sementara itu, Joko Susilo, koordinator warga Desa Kaligambir yang menolak tambang, mengungkapkan beberapa dampak negatif yang telah dirasakan oleh masyarakat akibat aktivitas tambang tersebut. Menurut Joko, aktivitas tambang ini menimbulkan masalah sosial di lingkungan desa.
“Gesekan antar warga mulai terjadi, hubungan sosial menjadi renggang, bahkan acara-acara sosial seperti genduri dan hajatan tidak lagi dihadiri oleh warga yang berbeda pendapat,” ungkapnya.
Selain dampak sosial, Joko juga menjelaskan dampak lingkungan yang sudah mulai terlihat.
“Tanah di desa ini mulai retak-retak, dan karena kami berada di kawasan pegunungan dengan kemiringan 40 derajat, kami khawatir potensi longsor semakin besar. Masyarakat merasa cemas dan tidak nyaman, banyak yang tidak bisa tidur karena ketakutan,” katanya.
Walaupun musyawarah ini menghasilkan kesepakatan mayoritas untuk menolak tambang, Joko mengakui bahwa masih ada segelintir warga yang mendukung tambang untuk kepentingan pribadi.
“Kami merasa belum puas karena masih ada satu dua warga yang mendukung keberadaan tambang. Mereka tidak menyadari bahwa sikap mereka itu merugikan lingkungan dan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.
Untuk langkah selanjutnya, Joko menyatakan bahwa warga akan terus melakukan perjuangan dan penolakan, serta akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Tim)