Oleh : Yeni Tricita Sari
Email: citasari1226@gmail.com
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
PENDAHULUAN
Secara konvensional teori keuangan (moneter) dapat disederhanakan menjadi dua jenis, yakni teori stock concept dan teori flow concept. Perbedaan kedua teori terletak pada asumsi yang dipakai serta cara pandang dan model analisis yang diterapkan. Dalam flow concept uang dianggap sebagai public good, sedangkan paradigma stock concept melihat uang sebagai private good. Flow concept memisahan antara uang dan modal (capital), di mana uang diasumsikan selalu dalam keadaan flow (mengalir) sedangkan modal dianggap sebagai stock. Akan tetapi dalam pandangan stock concept, baik uang maupun modal sama-sama dianggap stock.
Ekonomi syariah memandang bahwa uang adalah uang. Dalam arti ia hanya memerankan fungsinya sebagai alat tukar. Karena itulah uang merupakan public good yang harus selalu dalam keadaan mengalir atau beredar/flow. Sehingga praktek-praktek yang menghambat peredaran uang seperti money hoarding sangat ditentang. Bila dibandingkan dengan konsep ekonomi konvensional, maka ekonomi syariah menolak demand for holding money, sebagaimana dalam stock concept.
Sistem bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syari’ah sangat berbeda dengan sistem bunga, di mana dengan sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya diawal, yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang di simpan atau dipinjamkan. Sedang pada sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan ditentukan berdasarkan besar kecilnya keuntungan dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank syari’ah.
PEMBAHASAN
A. Sistem Bagi Hasil (Profit & Loss)
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaan. Price of capital dan entrepreneurship merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan syariah uang dapat dikembangkan hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak menghasilkan produktifitas.
Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil (disebut nisbah bagi hasil) dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata-nyata diterima, baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dana tersebut benar-benar telah ada (ex post phenomenon, bukan ex ente).
Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang bekerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam bekerja sama (share and partnership) dan prospek perolehan keuntungan (expected return) serta tingkat resiko yang mungkin terjadi (expected risk).
Kesepakatan suatu tingkat nisbah terlebih dahulu harus memperhatikan ketiga faktor tersebut. Faktor pertama, share on partnership merupakan sesuatu yang telah nyata dan terukur. Oleh karenanya tidak memerlukan perhatian khusus. Dua faktor terakhir, expected return, dan expected risk memerlukan perhatian khusus. Oleh karenanya kemampuan untuk memperkirakan keuntungan maupun resiko yang mungkin terjadi dalam kerjasama yang berlandaskan PLS mutlak dibutuhkan, terutama pada aspek kemungkinan resiko. Hal ini karena, pertama, resiko memiliki efek negatif bagi usaha. Semakin besar resiko semakin mengurangi nilai keuntungan usaha. Kedua, resiko memiliki sumber, cakupan dan sifat yang seringkali tidak memperhitungkan data secara cermat. Ketiga, perkiraan atas keuntungan biasanya memasukkan perhitungan variabel resiko.
Pada dasarnya suatu resiko muncul karena ada ketidakpastian (uncertainty) di masa depan. Van Deer Heidjen (1996) membagi ketidakpastian menjadi 3 kategori:
- Risk. Kemunculannya berkemungkinan memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilitas untuk tiap hasil yang mungkin muncul.
- Structural uncertainties. Kemungkinan terjadinya suatu hasil bersifat unik, tidak memiliki preseden di masa lalu. Akan tetapi tetap berkemungkinan terjadi dalam logika kausalitas.
- Unknowables. Kemunculan kejadian secara ekstrim tidak terbayangkan sebelumnya.
Dalam kategori ini resiko merupakan sebutan bagi kemungkinan kejadian yang ada preseden historisnya dan mengikuti suatu distribusi probabilitas. Karenanya, resiko sesungguhnya dapat diperkirakan setidaknya secara teoritis.
B. Jenis Pola Bagi Hasil : Profit Sharing & Revenue Sharing - Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biayabiaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue. - Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Perbankan Syari’ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank
C. Nisbah Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. - Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. - Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Berikut contoh cara menghitung bagi hasil pada bank syari’ah : - Menghitung saldo rata-rata dari sumber dana bank yang berdasar data dari hasil
perhitungan di atas.
a. Giro Wadiah : Rp. 60.000
b. Tabungan Mudharabah : Rp. 150.000
c. Deposito Mudharabah 1 bulan : Rp. 50.000
d. Deposito Mudharabah 3 bulan : Rp. 40.000
e. Deposito Mudharabah 6 bulan : Rp. 175.000
f. Deposito Mudharabah 12 bulan : Rp. 75.000
Total Sumber Dana : Rp. 550.000 - Menghitung rata-rata pelemparan dana yang dilakukan oleh bank dalam sebulan, kemudian menghitung jumlah total pelemparan dana baik dalam bentuk pembiayaan bagi hasil, jual beli maupun SBPU. Jumlah posisi rata-rata pelemparan dana dari hasil perhitungan diatas adalah :
a. Pembiayaan : Rp. 480.000
b. SBPU : Rp. 100.000 - Menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah, dengan menghitung jumlah dari :
a. Pendapatan Pembiayaan : Rp. 8.000
b. Pendapatan SBPU : Rp. 2.000
Dalam menghitung jumlah pendapatan yang akan dibagikan kepada nasabah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Membandingkan antara Total Aktiva Produktif dengan Total Dana Pihak III, dalam hal ini Total Aktiva Produktif > Total Dana Pihak III. Total dana Pihak III Rp. 550.000 semua digunakan sebagai sumber dana aktiva produktif. Dengan rincian Rp. 480.000 dialokasikan kedalam pembiayaan dan Rp. 70.000 kedalam SBPU
b. Menghitung porsi pendapatan yang dibagikan dari masing-masing jenis aktiva produktif berdasarkan alokasi sumber dana diatas.
Pembiayaan : (480.000/480.000) x 8.000 = 8.000
SBPU : (70.000/100.000) x 2.000 = 1.400 +
Jumlah total pendapatan di bagikan = 9.400 - Perhitungan bagi hasil nasabah
a. Menghitung jumlah pendapatan dibagikan untuk masing-masing dana
1) Tabungan : (150.000/550.000) x 9.400 = 2.564
2) Deposito 1 bulan : (50.000/550.000) x 9.400 = 855
3) Deposito 3 bulan : (40.000/550.000) x 9.400 = 684
4) Deposito 6 bulan : (175.000/550.000) x 9.400 = 2.991
5) Deposito 12 bulan : (75.000/550.000) x 9.400 = 1.282
b. Menghitung pendapatan bagi hasil yang akan dibayarkan kepada masing-masing jenis dana sesuai dengan kesepakatan nisbah
1) Tabungan : 45/100 x 2.564 = 1.154
2) Deposito 1 bulan : 65/100 x 855 = 556
3) Deposito 3 bulan : 66/100 x 684 = 451
4) Deposito 6 bulan : 66/100 x 2.991 = 1.974
5) Deposito 12 bulan : 67/100 x 1.282 = 859
c. Menghitung ekuivalen rate untuk masing-masing jenis sumber dana untuk jangka waktu 31 hari
1) Tabungan : (1.154/150.000) x 365/31 x 100% = 9.06%
2) Deposito 1 bulan : (556/50.000) x 365/31 x 100% = 13.09%
3) Deposito 3 bulan : (451/40.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
4) Deposito 6 bulan : (1.974/175.000) x 365/31 x 100% = 13.28%
5) Deposito 12 bulan : (859/75.000) x 36/31 x 100% = 13.49%
KESIMPULAN
Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaan. Sistem bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terbagi kepada dua system. Pertama, profit Sharing yaitu sistem bagi hasil yang didasarkan pada hasil bersih dari pendapatan yang diterima atas kerjasama usaha, setelah dilakukan penguranganpengurangan atas beban biaya selama proses usaha tersebut. Kedua, revenue Sharing adalah sistem bagi hasil yang didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Muh. “Konsep Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah.” MUAMALAH 4.2 (2014): 99-105.
Yahya, Muchlis, and Edy Yusuf Agunggunanto. “Teori Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing) Dan Perbbankan Syariah Dalam Ekonomi Syariah.” Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan 1.1 (2011): 65-73.