Tanjungpinang, SinarPerbatasan.com – Pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) cabang se Indonesia mendukung upaya yang dilakukan pengurus SMSI Pusat agar penetapan anggota Dewan Pers (DP) ditangguhkan. Pasalnya, penetapan yang dilakukan Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) jauh dari keadilan dan tidak proporsional.
Menurut Ketua SMSI Cabang Kepri, Zakmi, dari diskusi para ketua cabang dan pengurus Pusat SMSI bahwa, jumlah anggota Dewan Pers saat ini sudah tidak relevan lagi. Saat ini jumlah anggota dewan Pers hanya 9 orang. Dari 9 orang itu hanya ada 6 perwakilan dari organisasi pers Konstituen Dewan Pers sementara tiga orang lagi dari utusan masyarakat. Padahal jumlah organisasi konstituen Dewan Pers saat ini ada 10 organisasi seperti yang tertuang di laman dewan pers.
“Artinya, anggota Dewan Per situ idealnya 13 orang. Kalau komposisi unsur masyarakatnya juga akan ditambah mestinya 15 orang dan bukan 9 orang seperti yang ada saat ini,” kata Zakmi.
Zakmi menyebutkan, pengurus SMSI pusat sudah melayangkan surat ke Ketua Dewan Pers serta organisasi-organisasi konstituen Dewan Pers agar menangguhkan penetapan keanggotaan Dewan Pers yang baru.
Menurut Zakmi, pengurus SMSI pusat juga sebelumnya sudah mengajukan permohonan peninjauan statuta kepada Ketua Dewan Pers dengan surat tertanggal 12 Desember 2021. Namun, surat itu tidak direspon bahkan BPPA tetap melanjutkan kegiatannya ke tahapan pemilihan dan menetapkan anggota Dewan Pers definitif sebanyak 9 orang.
“Pemilihan dan penetapan anggota terpilih sebanyak 9 orang ini tidak mengindahkan komitmen catatan hasil rapat BPPA untuk mengkonsultasikan penambahan anggota Dewan Pers kepada Dewan Pers. Padahal itu tertuang dalam berita acara rapat pertama BPPA Senin, 1 November 2021,” ucap Zakmi.
Kata mantan Ketua PWI Tanjungpinang Bintan ini, ada beberapa alasan kuat yang mestinya Dewan Pers menangguhkan keputusan Pengangkatan pengangkatan anggota Dewan Pers yang baru. Diantaranya jumlah anggota saat ini tidak mewakili keseluruhan konstituen Dewan Pers hingga perlu peninjauan statuta Dewan Pers untuk menambah jumlah anggota Dewan Pers.
“Tidak semua organisasi konstituen Dewan Pers memiliki keterwakilan di Dewan Pers. Ini tentu berdampak pada hilangnya kesetaraan, kesamaan hak dan keadilan bagi SMSI. Mestinya setiap organisasi konstituen Dewan Pers memiliki keterwakilan satu orang perwakilan di Dewan Pers,” tegas Zakmi.
Selain itu, sambung Zakmi, pemilihan anggota Dewan Pers yang dilaksanakan BPPA tidak sesuai undangan yang dijadwalkan. Sehingga memastikan semakin kuatnya dugaan bahwa pemilihan ini dilakukan dengan cara-cara koboy. Ini tentu dikhawatirkan akan melahirkan Dewan Pers di masa akan datang menjadi Dewan Pers yang syarat dengan kepentingan.
“Ada dugaan bahwa Dewan Pers menetapkan peraturan tentang syarat menjadi organisasi perusahaan pers, khususnya aturan tentang batas minimal jumlah anggota organisasi perusahaan pers menggunakan standar ganda. Sehingga, sejak awal telah memberi ruang seluas-luasnya untuk terjadi monopoli kebijakan oleh media kelompok konglomerat. Sebab, ada organisasi konstituen Dewan Pers yang anggotanya hanya delapan perusahaan dan ternyata memenuhi syarat standar organisasi Perusahaan Pers. Lantas mereka menempatkan dua orang perwakilannya sebagai anggota Dewan Pers,” imbuhnya.
Di sisi lain, sambung Zakmi, SMSI yang anggotanya lebih dari 1.700 perusahaan media siber tidak ada wakil yang duduk menjadi anggota Dewan Pers.
Mestinya sambung Zakmi, Dewan Pers menghadirkan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan yang selalu kita junjung. Dengan begitu, Dewan Pers akan mampu menghadirkan rasa persatuan bagi seluruh masyarakat pers di tanah air.
“Jika anggota Dewan Pers tetap dipaksakan untuk ditetapkan, maka penetapan tersebut berpotensi terjadi pelanggaran hak azazi dan pembatasan dalam berserikat dan bermuara pada pemasungan kemerdekaan masyarakat pers untuk berserikat. Dan, ini jelas berlawanan dengan UUD dan UU No. 40 tahun 1999 Tentang Pers. Selain tidak adanya keterwakilan SMSI di Dewan Pers, utusan SMSI yang duduk di BPPA merasa ada tekanan berbau ancaman. Ancaman dan ketidak adanya perwakilan tersebut,” terang Zakmi.
Artinya, sebut Zakmi, adanya dugaan penelantaran dan tidak hadirnya Negara bagi media-media kecil di negeri ini.
“Presiden RI Joko Widodo telah menyatakan dengan tegas bahwa Dewan Pers hanyalah fasilitator bukan regulator. Hal itu akan berdampak pada peraturan Dewan Pers yang ada saat ini tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak ditetapkan berdasarkan konsensus bersama dengan organisasi-organisasi pers,” sebutnya lagi.
Kata Zakmi ada dugaan kesewenangan dan ketidakadilan yang dilakukan Dewan Pers. Padahal, sambungnya Dewan Pers yang merupakan satu-satunya wadah berhimpun organisasi pers menjunjung tinggi aturan perundang-undangan dan mesti bijak mengambil setiap keputusan strategis.
Karena jumlah konstituen Dewan Pers terus bertambah hingga dan dinamika pers juga semakin rumit hingga perlu ada penambahan jumlah anggota Dewan Pers dari 9 orang menjadi 15 orang sesuai dengan banyaknya konstituen Dewan Pers saat ini.
“Pertimbangannya, karena luas dan tingginya kebutuhan masyarakat pers terhadap Dewan Pers yang tidak memungkinkan untuk ditangani oleh hanya 9 orang anggota. Untuk mewujudkan itu perlu menunda pengangkatan Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025 dengan dan terlebih dahulu menyempurnakan berbagai ketentuan yang terkait,” terang Zakmi.