Tugu Geopark Natuna di Pantai Piwang Ranai, menjadi salah satu bukti bahwa Natuna telah ditetapkan sebagai Geopark Nasional oleh KNGI.
Natuna, SinarPerbatasan.com – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi), dalam lawatannya ke Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) beberapa tahun lalu, telah menetapkan 5 (lima) percepatan pembangunan untuk Kabupaten Natuna. Diantaranya dari sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kelautan dan Perikanan, Pertahanan dan Keamanan, Pariwisata, serta Lingkungan Hidup.
Dunia Pariwisata menjadi sektor cukup “sexi” untuk dapat di kembangkan secara maksimal, dalam upaya meningkatkan kemajuan daerah di ujung utara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tersebut. Baik dari sisi ekonomi, maupun kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Kenapa harus sektor Pariwisata ? Karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Perairan diwilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sudah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah tingkat Provinsi.
Sementara itu, sektor Migas serta Kelautan dan Perikanan, berada di wilayah laut. Artinya, sudah menjadi kewenangan bagi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Lalu untuk sektor Keamanan dan Pertahanan, merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Pertahanan. Sehingga hanya tersisa sektor Pariwisata dan Lingkungan Hidup, yang dapat dikelola dengan sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna. Sementara untuk sektor Lingkungan Hidup sendiri, tak menjanjikan keuntungan yang besar bagi peningkatan perekononian daerah.
Gunung Gundul di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Bunguran Tengah, menjadi salah satu objek wisata unggulan yang ada di Natuna.
Suka tidak suka, Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna sendiri kemudian hanya cukup fokus terhadap pengelolaan sektor Pariwisata, itupun hanya sebagian wilayah yang ada di daratan saja. Karena daratan sisanya, lagi-lagi masih menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, yaitu Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan. Termasuk ada lingkungan hidup didalamnya.
Bak gayung bersambut, pada 30 November 2018, Pemerintah Pusat melalui Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI), menetapkan Natuna sebagai Geopark Nasional.
Penetapan Geopark Nasional ini, menjadi angin segar bagi pembangunan sektor Pariwisata di Kabupaten Natuna. Karena, hal ini merupakan bentuk apresiasi dan penghargaan dari Pemerintah Pusat untuk Natuna, dalam rangka menunjang percepatan pembangunan daerah berjuluk Mutiara Diujung Utara Indonesia tersebut.
Didalam Geopark Nasional yang ada di Natuna itu, terdapat 8 (delapan) Geosite yang ditetapkan sebagai situs warisan budaya Indonesia. Diantaranya Gunung Ranai, Senubing (Batu Sindu), Tanjung Datuk, Pulau Akar, Batu Kasah, Pulau Senua, Goa Batu Kamak dan Pulau Setanau.
Status Geopark Nasional Natuna pun, kini sedang di upayakan agar mendapat pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), sebuah organisasi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), agar dapat ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGG).
Pembangunan wisata alam mangrove di Dusun Sebala, Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, menjadi salah satu upaya pengembangan objek wisata di Natuna.
Nyatanya, penetapan Geopark Nasional tersebut, tak lantas membuat objek-objek wisata di Natuna menjadi primadona dan tujuan favorit bagi para wisatawan dari luar daerah, maupun mancanegara. Apakah promosi yang dilakukan Pemerintah Daerah setempat, melalui Dinas Pariwisata (Dispar) dan komunitas pegiat wisata yang ada kurang getol ?, jawabannya tentu tidak.
Pasalnya, Natuna berhasil menyandang urutan ke 2 se-Provinsi Kepri, sebagai daerah yang gencar mempromosikan sektor pariwisatanya. Bahkan, pada acara Anugerah Pembuatan Promosi Wisata Daerah yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Natuna menyabet peringkat ke-7 se-Indonesia, sebagai daerah yang gencar mempromosikan wisata daerah.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Pariwisata Natuna, melalui Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Dispar Natuna, Kardiman. Kata dia, promosi wisata yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, bersama komunitas pecinta wisata Natuna, sudah terbilang cukup maksimal.
“Kalau promosi kita sudah cukup maksimal. Bahkan kita juga menggandeng para pegiat media sosial seperti youtuber. Lalu juga promosi lewat instagram, facebook, termasuk lewat media massa,” jelas Kardiman, saat ditemui awak media diruang kerjanya di komplek perkantoran Masjid Agung Natuna, Selasa (24/10/2023) kemarin.
Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Dinas Pariwisata Natuna, Kardiman.
Permasalahan mendasar yang menjadikan wisata ke Natuna kurang diminati oleh wisatawan dari luar daerah, yaitu akses transportasi udara yang harga tiketnya sangat mahal. Dimana harga tiket dari Batam ke Natuna, maupun sebaliknya, rata-rata di banderol diatas Rp 1 juta.
Bahkan di hari-hari tertentu, bisa tembus diatas harga Rp 2 juta, hingga mendekati angka Rp 3 juta untuk sekali penerbangan, tergantung dari animo para calon penumpang.
Kardiman menilai, minimnya maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke Natuna, memicu tingginya harga tiket pesawat ke daerah tersebut.
“Mungkin karena maskapai terbatas, sehingga tiketnya jadi mahal. Karena pesawat yang masuk ke Natuna cuma ada Wings Air dan NAM Air,” ujar Kardiman.
Sehingga, wisatawan dari luar daerah akan berfikir dua kali lipat, untuk mengunjungi dan berlibur ke Natuna.
Berikut harga tiket Wings Air dari Batam ke Natuna, per tanggal 28 Oktober 2023.
Padahal kata dia, kunci pembangunan pariwisata di suatu daerah, meliputi 3 (tiga) hal penting. Pertama, menyiapkan sarana dan prasarana, kedua atraksi alam dan buatan, serta ketiga transportasi.
“Makanya konsep kita adalah eksklusif tourism. Dimana orang tak akan berpikir meskipun harga tiket mahal. Sebab biaya yang mereka keluarkan untuk menikmati alam Natuna bisa terbayarkan, dengan keindahan alam yang disuguhkan,” ucap Kardiman.
Langkah lainnya, sambung Kardiman, Dinas Pariwisata Natuna setiap tahunnya selalu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM), yang dapat bergerak di bidang pengembangan pariwisata.
SDM wisata ini nantinya akan diberikan pelatihan bagaimana cara mengelola pariwisata. Misalnya seperti menyiapkan homestay bagi wisatawan, membuat kuliner khas Natuna, design produk dan cara pemasaran produk.
“Ini sudah kita siapkan setiap tahunnya, pesertanya dari masyarakat. Tinggal nanti semua pihak harus ikut mendukung,” ujarnya.
Harga tiket Natuna – Batam tanggal 28 Oktober 2023 dari maskapai NAM Air dan Wings Air.
Dinas Pariwisata Natuna juga mengapresiasi sejumlah Desa yang telah berinovasi mengembangkan wisata di daerahnya masing-masing. Beberapa Desa sudah membuat gebrakan, untuk dapat mendongkrak perekonomian masyarakat melalui sektor pariwisata.
Kardiman mencontohkan, seperti adanya Festival Pulau Senua di Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, Festival Pulau Setanau di Desa Sabang Mawang (Balai), Kecamatan Pulau Tiga dan Festival Pulau Akar di Desa Cemaga, Kecamatan Bunguran Selatan.
“Lalu ada juga wisata mangrove di Desa Mekar Jaya, Pengadah, Pering, Setengar dan pengembangan wisata lainnya. Itu sangat bagus sekali, dan patut kita apresiasi. Lalu di Desa Cemaga Tengah itu, ada kolaborasi antara BUMDes dengan Pokdarwisnya, untuk mengelola Pantai Batu Kasah, yang sampai saat ini masih berjalan dan cukup diminati oleh masyarakat,” sanjung Kardiman.
Ia berharap kedepan layanan transportasi udara dari dan ke Natuna dapat dibenahi, agar tidak membebani para wisatawan yang ingin berwisata ke Bumi Laut Sakti Rantau Bertuah.
“Harapan kita tentu supaya sektor pariwisata Natuna dapat berkembang dengan baik, agar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan menambah PAD Natuna,” harap Kardiman. (Erwin)
Editor : Imam Agus