Nama : Reva Feby Marisya
Npm : 2151020257
Prodi : Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
A. Pengertian zakat perusahaan
Zakat perusahaan merupakan bentuk ijtihad kontemporer yang digunakan untuk memperbesar obyek harta yang wajib diberikan zakatnya. Hal ini dikarenakan masih sulitnya menemukan pembahasan zakat perusahaan dalam literatur fikih klasik. Menurut Yusuf Qardhawi, zakat perusahaan disamakan dengan zakat perdagangan atau harta benda dagangan. Jual beli properti berarti sesuatu yang dibeli atau dijual untuk mendapatkan keuntungan. Pada umumnya zakat perusahaan saat ini disebut sebagai qiyasan dengan zakat perdagangan (tijarah) oleh para ulama kontemporer. Hal ini dikarenakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan memiliki kesamaan dengan kegiatan commerce yaitu menjual atau memperdagangkan produk perusahaan. Pada konferensi internasional pertama tentang zakat yang diadakan di Kuwait, dijelaskan bahwa perusahaan wajib mengeluarkan zakat. Hal ini dikarenakan keberadaan perseroan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum.
Menurut Yusuf Qardawi, ada beberapa syarat wajib bagi penyaluran zakat komersial atau korporasi. Syaratnya sama dengan syarat wajib membayar zakat uang yaitu telah lewat satu tahun, jumlah minimal tertentu atau mencapai usia lanjut, tidak ada hutang, dan lebih dari kebutuhan pokok.
B. Dasar hukum zakat perusahaan
Ulama membandingkan zakat perusahaan dengan zakat perdagangan karena aktivitas inti perusahaan adalah transaksional dari sudut pandang hukum dan ekonomi. Dasar hukum kewajiban mengeluarkan zakat perdagangan terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah 2: 267 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah sebagian hasil usaha yang kalian peroleh dan sebagian hasil bumi yang Kami keluarkan untuk kalian.”
Imam Razi mengatakan bahwa ayat tersebut menunjukkan bahwa zakat wajib atas semua kekayaan yang diperoleh dari usaha, termasuk di dalamnya perdagangan, emas, perak. Dan ternak, oleh karena itu digolongkan hasil usaha. Selain dalam ayat al-Quran, terdapat juga hadis nabi yang membahas mengenai zakat perusahaan yang berbunyi Rasulullah Saw: memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan sedekah (zakat) dari segala yang kami maksudkan untuk dijual” (HR. Abu Daud).
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dan dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Kewajiban zakat perusahaan juga didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik, kepada siapa Abu Bakar menulis surat yang berisi informasi tentang zakat hewan ternak, yang mengandung unsur Islam.”Jangan dipisahkan sesuatu yang telah tergabung (berserikat), karena takut mengeluarkan zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperjuangkan) secara sama”.
Teks hadits sebenarnya berkaitan dengan distribusi zakat hewan ternak. Namun, para ulama menggunakannya sebagai dasar qiyas (simulasi) dari kemitraan lainnya. Misalnya, kemitraan dalam perusahaan. Atas dasar itu, keberadaan perseroan sebagai badan usaha dianggap sebagai shakhsiahhukmiayah (badan hukum). Individu dalam perusahaan. Semua kewajiban dilakukan bersama dan hasil akhirnya dinikmati bersama, termasuk kewajiban kepada Allah, yaitu harta zakat.
C. Tata Cara Penerbitan Zakat Perusahaan Pada prinsipnya, harta
Yang dikeluarkan untuk zakat harus bernilai nisab, melebihi kebutuhan pokok, tidak berutang, dan dimiliki sepenuhnya oleh pemiliknya. Namun, ketika muzakki adalah lembaga dengan berbagai kelas aset. Kegiatan wajib dan komersial, metode penghitungan zakat juga telah didiversifikasi untuk menghasilkan angka pembayaran zakat terbaik.
Nikamtuniayah menemukan beberapa metode pengeluaran zakat yang ada, beberapa diantaranya:
- Hafiduddin mengutip Nikmatuniyah yang mengatakan bahwa zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) untuk mengurangkan kewajiban lancar dari aktiva lancar. Rumus perhitungan zakat dikutip dari Perusahaan Zakat Nikmatuniyah = 2,5% (Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar) menurut Hafiduddin.
- Saleh, Safaruddin menjelaskan dalam Nikmatuniyah bahwa zakat perusahaan dihitung berdasarkan keuntungan setelah pajak. Rumus tersebut merupakan hasil penelitian Saleh di Bank Mumarat Indonesia yang membayar zakat berdasarkan laba bersih setelah pajak yang dihasilkan. Menurut rumus perhitungan zakat Saleh yang dikutip Nikmatuniyah: Zakat laba bersih setelah pajak perusahaan X 2,5%
- Faizah dalam Nikmatuniyah merumuskan cara membayar zakat: Zakat usaha = (modal bersih + laba bersih) – harta tetap) x 2,5.
- Harahap etal menemukan dua cara penghitungan zakat dalam Nikmatuniyah Keenam perusahaan yang dipelajarinya umumnya digunakan: a. Zakat perusahaan = 2,5% dari laba bersih setelah pajak b.Zakat perusahaan = 2,5% X (harta lancar – kewajiban lancar).
Hasil penelitian di atas merupakan metode perhitungan zakat yang ditemukan dan dipraktikkan di Indonesia. Di sisi lain. AccountingandAuditingOrganizationforIslamic Financial Institution (AAOIFI) pada tahun 1998 telah memberikan dua standar metode perhitungan zakat, yaitu:
1) Metode aktiva bersih,
2) Metode Dana yang Diinvestasikan Bersih.
D. Cara menghitung zakat perusahaan
Perusahaan diatur oleh zakat diqiyaskan dan hukum zakat perdagangan karena kegiatan dan tujuan perusahaan memiliki kesamaan dengan perdagangan dari sudut pandang ekonomi.
Nisab zakat setara dengan 85 gram emas dan haid satu tahun, meskipun zakat juga dapat dibayarkan setelah menerima penghasilan atau kurang dari satu tahun.
• Perusahaan bergerak di bidang produksi, jasa transportasi, perdagangan online.
Jasa konstruksi dan perdagangan umum kemudian dapat dihitung zakatnya. Sekarang:
- Aset Lancar – Kewajiban Lancar x 2,5 2.
- Laba sebelum pajak x 2,5%
• Bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri jasa seperti akuntan, konsultan
manajemen, konsultan proyek, dokter, pengacara, dll, perhitungan zakatnya sama seperti zakat profesi, yaitu: - Penghasilan yang diterima x 2,5%, atau
- Penghasilan yang diterima x 12 bulan x 2,5%.
• Perusahaan yang bergerak di industri keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi
syariah, Lembaga Keuangan Syariah, Baitul Mal waTamwil dan Koperasi Syariah, dapat menghitung zakat dengan dua cara, yaitu: - Aktiva Bersih = Aktiva Produktif – Kewajiban Lancar x 2,5%, atau
- Aktiva Bersih (Dana Investasi Bersih) x 2,5%.
REFERENSI