Oleh
Hasrul Sani Siregar, S.IP, MA
Alumni Ekonomi-Politik Internasional, IKMAS, UKM, Malaysia
Beberapa tahun yang lalu, penulis ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam seminar Nasional Perbatasan dan Kemaritiman yang diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menuangkannya kembali dengan menjelaskan keberadaaan pulau-pulau terluar yang ada di Indonesia yang selama ini masih belum maksimal diberdayakan dan berpotensi menjadi sengketa dengan negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia seperti dengan Malaysia, Vietnam dan Filipina.
Provinsi Kepulauan Riau salah satunya merupakan provinsi yang berdepan dengan negara tetangga dan merupakan gerbang terdepan dalam posisinya sebagai wilayah terluar di Indonesia.
Pemekaran atau pembentukan daerah baru (DOB) di wilayah terluar Provinsi Kepulauan Riau menjadi Provinsi yang memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia Timur.
Sebagai Provinsi yang berdepan dengan negara tetangga dan menjadi penjaga kedaulatan negara kesatuan republic Indonesia, sudah wajar mendapat perhatian dari pemerintah pusat.
Pemekaran daerah di pulau terluar adalah suatu keniscayaan. Kalaupun hingga kini masih moratorium tentang pemekaran daerah, sudah selayaknya daerah daerah perbatasan menjadi perhatian pemerintah pusat.
Oleh sebab itu, wacana pemekaran daerah yaitu terbentuknya Provinsi Natuna-Anambas menjadi pemikiran bersama baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Masih adanya moratorium (penghentian sementara) pemekaran daerah merupakan salah satu kendala dalam pembentukan Provinsi baru tersebut. Tidak hanya Provinsi Kepulauan Natuna-Anambas, calon calon daerah pemekaran lainnya masih menjadi kendala untuk dilakukan pemekaran daerah.
Selama grand design belum selesai dan disepakati baik oleh Pemerintah maupun DPR serta DPD RI yaitu berapa idealnya jumlah provinsi, kabupaten/kota di Indonesia maka selama itu pulalah keinginan untuk melakukan pemekaran daerah akan tertunda.
Dampak dari pemekaran daerah yang tidak terkontrol dan dievaluasi dengan baik tentu akan berdampak pula terhadap pelayanan publik khususnya masyarakat yang sudah seharusnya mendapat prioritas oleh pemerintah daerah.
Para tokoh-tokoh dan masyarakat di kedua kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas telah bertemu untuk membahas dan membicarakan akan terbentuknya Provinsi Kepulauan Natuna-Anambas tersebut.
Aspirasi yang berkembang di kedua Kabupaten tersebut menjadi perhatian oleh pemerintah pusat. Letak secara geografis dan geo-politik kedua wilayah tersebut yaitu Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas tentu menjadi perhatian.
Banyak pulau-pulau terluar di kedua wilayah tersebut yang kurang maksimal dalam pembangunan disebabkan oleh faktor rentang waktu dan jarak yang sangat jauh dengan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau di Tanjungpinang.
Dari beberapa evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri terhadap DOB masih lagi adanya pembenahan dalam hal peningkatan pelayanan publik.
Berbicara tentang pemekaran daerah, seyogyanya pemerintah pusat sudah merencanakan dan membuat Grand Design tentang pemekaran daerah, namun grand design yang dibuat tersebut selalunya belum sejalan dan tertinggal dengan aspirasi yang besar dari daerah untuk melalukan pemekaran daerah.
Pemekaran daerah terus saja berlangsung tanpa adanya evaluasi akan pemekaran daerah tersebut. Moratorium daerah yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat masih akan dievaluasi.
Adanya DOB itu pada intinya adalah kesejahteraan rakyat. Adanya DOB tersebut praktis jarak dan pelayanan kepada masyarakat akan semakin dekat dan pelayanan pun semakin cepat.
Sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah beserta DPR mempersilakan daerah untuk membentuk DOB Persiapan dalam hal pemekaran daerah tersebut. Hal itu dilakukan oleh Pemerintah dan DPR sebagai upaya menerima aspirasi masyarakat di daerah dalam hal pemekaran daerah.
Mengenai pemekaran daerah, undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur mekanisme dan proses pembentukan DOB Persiapan.
Dalam hal pemekaran daerah, pemerintah dan DPR telah bersepakat pembentukan DOB persiapan dulu dan harus mengikuti proses persiapan tersebut selama 3 tahun yaitu melalui tahapan daerah persiapan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hal yang demikian untuk mengantisipasi makin maraknya aspirasi masyarakat untuk melakukan pemekaran daerah, namun tidak melihat kesiapan dan proses pemekaran yang harus dilalui daerah tersebut.
Pemerintah dan DPR beserta DPD (Dewan Perwakilan Daerah) masih belum sepakat seberapa ideal jumlah daerah berupa Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia. Sejak tahun 2009, Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk melaksanakan Moratorium Pemekaran Daerah hingga adanya kesepakatan berapa jumlah yang ideal, baik Provinsi, Kabupaten/Kota (Desain Besar Penataan Daerah 2010-2025).
Sudah lebih kurang 15 tahun hingga tahun 2024 ini Pemerintah masih melakukan Moratorium (penghentian) sementara terhadap pemekaran daerah berupa pembentukan DOB.
Moratorium (penghentian sementara) pemekaran daerah memang sah-sah saja dilakukan mengingat didasarkan atas banyaknya daerah-daerah yang akan melakukan pemekaran tanpa melihat potensi sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) di daerahnya.
Keterbatasan infrastruktur disuatu daerah juga menjadi alasan dilakukannya moratorium tersebut. Namun Pemerintah pusat mesti juga memikirkan bagaimana desakan-desakan daerah untuk dilakukan pemekaran daerah, dengan tetap memperhatikan kesiapan daerah dan potensi daerah.
Pemekaran daerah tidak menimbulkan masalah dan begitu juga moratorium menjadi alasan kuat bagi pemerintah pusat dalam menata otonomi daerah dan pemekaran daerah.
Otonomi daerah dan pemekaran daerah menjadi hal yang sangat penting dalam penataan pembangunan di daerah khususnya di daerah-daerah perbatasan dan terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memerlukan perhatian dalam rangka peningkatan pemerataan infrastruktur dan pembangunan.