Oleh : Rika Yuliana
Email: rikayuliana0821@gmail.com
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
PENDAHULUAN
Perbankan sebagai lembaga keuangan utama dalam sistem keuangan memiliki peran sebagai financial intermediary. Baik bank syariah maupun bank konvensional memiliki fungsi dan peran yang sama dalam hal menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk pembiayaan.
Perbedaan mendasar antara bank syariah dan konvensional terletak pada prinsip transaksi keuangan atau operasional. Salah satu prinsip dalam operasional perbankan syariah adalah penerapan bagi hasil dan resiko (profit and loss sharing). Prinsip ini tidak berlaku di perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga (interest).
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh bank syariah yakni penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, penghimpunan dana dalam bentuk simpanan yang disebut DPK, dan jasa.
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ialah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai syariah. Secara garis besar, produk pembiayaan pada bank syariah diklasifikasikan menjadi empat, yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan akad pelengkap dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Dalam prinsip bagi hasil, penentuan besaran nisbah bagi hasil dilakukan pada saat akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi, besaran nisbah tergantung dari keuntungan yang diperoleh yang mana jumlah keuntungannya akan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan, dan bila usaha merugi kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam kelompok bagi hasil adalah mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah lebih menyentuh pada sektor riil dan menggerakkan perekonomian.
PEMBAHASAN
A. Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, yang secara etimologis berarti bepergian atau berjalan. Al-Qur’an tidak secara langsung menunjukan arti dari mudharabah tersebut. Namun secara implisit, kata dasar dha-ra-ba yang merupakan kata dasar mudharabah disebutkan di dalam AlQur’an sebanyak lima puluh delapan kali.
Menurut Syara’, mudharabah berarti akad 2 (dua) pihak untuk bekerja sama dalam perdagangan, salah satu pihak menyerahkan dana kepada pihak lainnya sebagai modal usaha yang halal dan produktif. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan.
Mudharabah merupakan suatu kontrak kemitraan (patnership) yang berdasarkan prinsip bagi hasil dengan cara seseorang memberikan modal kepada orang lain untuk melakukan suatu bisnis dan kedua belah pihak berbagi keuntungan atau menanggung beban kerugian yang berdasarkan kesepakatan bersama. Diperdagangkan orang lain dan memotong labanya, disebut juga muamalat yaitu akad antara dua belah pihak, dimana salah satu pihak menyerahkan uang kepada pihak lain untuk diperdagangkan olehnya, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya menurut kesepakatan mereka bersama.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzammil ayat 20 yang berbunyi:
. . . وَاٰخَرُوْنَ يَضْرِبُوْنَ فِى الْاَرْضِ يَبْتَغُوْنَ مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ ۙ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS. Al-Muzammil, (73): 20)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebagai manusia yang hidup dimana, maka kiranya senantiasa mencari rizki (karunia Allah) dengan bermuamalah, salah satunya yaitu dengan kerjasama antara manusia. Didalam Al-Qur’an, termasuk dalam ayat diatas memang tidak ada secara tegas menerangkan tentang pelaksanaan mudharabah, tetapi dari berbagai ayat tentang muamalat, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bekerja sama mudharabah diperbolehkan. Dasar hukum mudharabah yang kedua adalah al-Sunnah.
Selain al-Quran, hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam juga memberikan landasan tentang mudharabah. Adapun hadits tentang mudharabah yang artinya:
“Hadits dari Hasan bin Ali al-Khallal, Hadits dari Basyar bin Tsabit alBazar, hadits dari Natsir bin al-Qosim dari Abdurrahman (Abdurrohim) bin Dawud dari Shalih bin Shuhaib dari Ayahnya, berkata rosulullah SAW, bersabda: Tiga hal yang didalamnya ada berkah, jual beli yang temponya tertentu, muqaradlah (nama lain dari mudharabah) dan mencampur antara burr dengan syair untuk rumahtangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun:
- Modal
- Jenis usaha
- Keuntungan
- Shighot (pelafalan transaksi)
- Dua pelaku transaksi, yaitu pemilik modal dan pengelola
Beberapa ketentuan dasar yang perlu diperhatikan pada bentuk kerjasama dengan konsep mudharabah ini antara lain: - Ijab kabul, yakni pihak yang berakad yaitu pemilik modal (shahibul maal) atau kuasanya dan pelaksana usaha (mudharib) atau kuasanya.
- Modal, diserahkan tunai 100% sekaligus (lumpsum) kepada mudharib setelah akad disetujui. Namun, apabila kedua belah pihak sepakat, modal bisa diserahkan secara bertahap, maka tahap mengenai waktu dan cara pembiayaannya harus lengkap dan jelas pula.
- Pembagian keuntungan (termasuk resiko usaha), sebagaimana dalam kebebasan mengucapkan lafadz ijab qabul di atas, dalam hal pembagian keuntungan, juga tidak ada ketentuan syariah yang menentukan secara pasti besar kecil bagi hasil (nisbah) masing-masing pihak, baik pemilik modal maupun pelaksana usaha. Pada dunia bisnis kesepakatan dicapai setelah terjadinya negosiasi.
- Tujuan penggunaan dana (jenis kegiatan usaha) yang jelas dan pasti. Meskipun dalam hal ini shahibul maal tidak dapat, memaksakan jenisusaha yang dijalankan mudharib, namun tujuan penggunaan dana harus diketahui shahibul maal, mudharib bebas menentukan sendiri usaha yang akan dijalankan, namun umumnya konsep dasar mudharib sering digunakan pada usaha kemitraan, waralaba, pembiayaan modal kerja dan investasi serta fasilitas letter of credit (L/C) atau usaha-usaha lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang penting halal serta memiliki prospek usaha yang cerah.
Meskipun tidak berhak ikut campur namun shahibul maal dapat mengawasi kegiatan usaha yang dijalankan mudharib, karena hal tersebut menyangkut kepentingan kembalinya modal yang telah dikeluarkannya. Selain itu shahibul maal juga tidak dapat membatasi usaha mudharib memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented), sepanjang hal itu telah disepakati bersama dan tidak bertentangan dengan ketentuang perundang-undangan negara dan aturan syariah.
Ada dua jenis mudharabah adalah: - al-Mudharabah al-muqayyadah (resticted mudharabah). Disebut almudharabah al-muqayyadah atau mudharabah yang penyerahan modal dengan syarat dan batas tertentu. Maksudnya, pekerja harus mengikuti syarat-syarat dan batasan-batasan yang dikemukakan oleh pemilik modal.
- al-Mudharabah al-muthlaqah (unrestricted mudharabah). Disebut almudharabah al-muqayyadah atau mudarabah yang penyerahan modal secara mutlak, tanpa syarat dan pembatasan. Maksudnya, pekerja beba mengelola modal itu dengan usaha apa saja yang ia inginkan.
B. Musyarakah
Musyarakah merupakan kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Bentuk kerjasama kedua belah pihak dapat berupa dana, barang dagangan, peralatan, properti, dan barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Menurut ulama Syafi’i, musyarakah adalah tetapnya hak kepemilikan bagi dua orang atau lebih sehingga tidak terbedakan antara hak pihak yang satu dengan pihak yang lain.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ٢٩ ( النساۤء/4: 29)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S An-Nisaa’: 29)
Selain al-Quran, hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam juga memberikan landasan tentang mudharabah. Adapun hadits tentang mudharabah yang artinya:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, “aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)
Berikut ini Syarat dan Rukun dari akad Musyarakah, yaitu: - Ijab dan qabul
Ijab dan qabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Penawaran dan permintaan harus jelas dituangkan dalam tujuan akad.
b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis. - Pihak yang Berserikat
a. Kompeten.
b. Menyediakan dana sesuai dengan konrak pekerjaan atau proyek usaha.
c. Memiliki hak untuk ikut mengelola bisnis yang sedang dibiayai ataumemberi kuasa kepada mitra kerjanya untuk mengelolahnya
d. Tidak diizinkan mengggunakan dana untuk kepentingan sendiri. - Objek Akad
a. Modal
1) Modal dapat berupa uang tunai atau asset yang dapat dinilai. Bila modal dalam bentuk aset, maka asset ini sebelum kontrak harus dinilai dan disepakati oleh masing-masing mitra.
2) Modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadirkan ke pihak lain.
3) Pada prinsipnya bank syariah tidak harus minta agunan, akan tetapi untuk menghindari wansprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari nasabah atau mitra kerja.
b. Kerja
1) Partisipasi kerja dapat dilakukan bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama, atau salah satu mitra memberi kuasa kepada mitra kerja lain-lainnya untuk mengelola usahanya.
2) Kedudukan masing-masing mitra harus tertuang dalam kontrak.
c. Keuntungan atau Kerugian
1) Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan.
2) Pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang dalam kontrak. Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh masing-masing mitra berdasarkan porsi modal yang diserahkan
ada empat macam akad syirkah dalam musyarakah antara lain al-‘inan, al-mufawadhah, al-wujuh, dan al-mudharabah. - Syirkah al-‘inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu bisnis atas dasar membagi rugi sesuai dengan jumlah modal masing-masing.
- Syirkah al-Mufawadhah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan modal uang atau jasa dengan syarat sama modalnya, agamanya, mempunyai wewenang melakukan perbuatan hukum.
- Syirkah al-Wujuh adalah kerja sama dua orang atau lebih untuk membeli sessuatu tanpa modal uang, tetapi hanya berdasarkan kepercayaan para pegusaha dengan perjanjian profit.
- Syirkah al-Mudharabah beberapa Ulama membahas mudharabah secara tersendiri dan memisahkan dari bab “syirkah”
KESIMPULAN
Dalam prinsip bagi hasil, penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi, besarnya nisbah tergantung dari untung yang diperoleh dimana jumlah keuntungannya akan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan, dan bila usaha merugi kerugian ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam kelompok bagi hasil adalah mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad dua pihak untuk bekerja sama dalam perdagangan, salah satu pihak menyerahkan dana kepada pihak lainnya sebagai modal usaha yang halal dan produktif, keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan musyarakah merupakan kerjasama antara kedua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
DAFTAR PUSTAKA
Destiana, Rina. “Analisis dana pihak ketiga dan risiko terhadap pembiayaan mudharabah dan musyarakah pada bank syariah di indonesia.” LOGIKA Jurnal Ilmiah Lemlit Unswagati Cirebon 17.2 (2016): 42-54.
Fadhila, Novi. “Analisis pembiayaan mudharabah dan murabahah terhadap laba bank syariah mandiri.” Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis 15.1 (2015).
Islami, Aufa. “Analisis Jaminan dalam Akad-Akad Bagi Hasil (Akad Mudharabah dan Akad Musyarakah) di Perbankan Syariah.” Jurnal Hukum Ekonomi Syariah 4.1 (2021): 1-22.