Tampak pompong nelayan di Desa Sabang Mawang Barat, Kecamatan Pulau Tiga, tidak digunakan oleh nelayan untuk melaut, akibat musim angin utara masih terjadi, Sabtu (28/01/2023) pagi. (foto : Udin)
Natuna, SinarPerbatasan.com – Cuaca ekstrem yang terjadi di sekitar wilayah Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), berdampak pada menurunnya ekonomi masyarakat di pesisir, terutama para nelayan tradisional.
Pasalnya, selama cuaca ekstrem berlangsung, nelayan tidak berani untuk menangkap ikan di laut seperti biasanya. Akibatnya, mereka tidak bisa memperoleh pendapatan untuk menafkahi keluarganya.
“Kebanyakan nelayan takut melaut ketika musim angin utara seperti ini, karena gelombang di laut cukup besar,” ucap Sabli, nelayan asal Desa Sabang Mawang Barat, Kecamatan Pulau Tiga, Kabupaten Natuna, saat ditemui sinarperbatasan.com, Sabtu (28/01/2023) pagi, di kediamannya.
Salah seorang nelayan yang biasa melaut dengan alat tangkap jenis bagan itu menyebutkan, di saat musim angin utara seperti ini, mayoritas nelayan setempat memilih untuk beristirahat dirumah, sembari menunggu musim cuaca ekstrem tersebut selesai.
“Dalam sebulan ini, kalau tidak salah baru tiga kali saya ke laut, itu pun hasilnya tidak maksimal, jadi ya mending istirahat aja dulu. Lagi pula kalau dipaksakan melaut, sangat beresiko,” katanya.
Ia menjelaskan, musim angin utara biasanya terjadi selama 3 bulan. Dimulai dari bulan Desember, hingga akhir bulan Februari.
“Insya Allah akhir Februari nanti udah bisa ke laut lagi,” ucap Sabli.
Hal senada juga di ungkapkan Arifin, bahwa selama musim angin utara ini, ia bersama rekan seprofesinya, memilih untuk mencari aktivitas lain di daratan.
“Paling kami ke kebun aja, bersih-bersih kebun cengkeh, karena sebentar lagi musim cengkeh,” ujar Ipin (sapaan akrabnya).
Berbeda dengan Sabli, Ipin merupakan nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa pompong. Pompong adalah sebutan dari perahu motor yang terbuat dari kayu. (Udin)
Editor : Imam Agus