Solihin saat menunjukkan bekas beglog (media tanam jamur tiram) miliknya, yang kini sudah tidak lagi di tumbuhi jamur tiram, Senin (26/12/2022) pagi, di Kelurahan Batu Hitam. (foto : Udin)
Natuna, SinarPerbatasan.com – Solihin (35), salah seorang pemilik usaha budidaya jamur tiram di Kelurahan Batu Hitam, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, sudah tidak lagi mampu untuk meneruskan usahanya.
Pasalnya kata dia, modal menjadi salah satu batu sandungan bagi pembudidaya jamur tiram pemula.
“Nggak ada modal lagi mas, mau nerusin jamur tiram,” kata Solihin, saat di temui awak media sinarperbatasan.com di kediamannya, Senin (26/12/2022) pagi.
Bapak 3 orang anak itu mengaku sudah lebih dari 3 bulan, vakum dari dunia usaha jamur tiram. Minimnya modal, membuatnya kalang kabut mempertahankan usaha yang telah di gelutinya selama 2 tahun terakhir.
Awalnya, sambung Solihin, usaha jamur tiramnya sudah mulai ada peningkatan hasil. Namun, beberapa bulan belakangan ini, ia beberapa kali mengalami gagal panen. Sehingga modalnya habis untuk produksi ulang, yang ternyata juga gagal lagi.
“Saya rasa faktor bahan bakunya, kan jamur tiram ini media tanamnya pakai sekam kayu, sepertinya sekam kayu yang saya gunakan ini sudah terkontaminasi oleh virus, yang mengakibatkan jamur tidak mau tumbuh. Karena sudah 3 kali saya coba, dan gagal terus. Sampai-sampai modal habis, mau lanjut lagi sudah tak ada modal lagi,” keluh Solihin.
Seharusnya, kata pria asal Lampung itu, sekam kayu untuk membuat jamur tiram, harus sekam kayu yang di hasilkan dari kayu khusus, yang mudah lapuk. Sekam kayu tersebut juga harus di proses dengan menggunakan mesin khusus penggiling kayu.
Karena tidak memiliki mesin cacah kayu, ia terpaksa harus menggunakan sekam kayu, sisa dari limbah meubel. Biasanya sekam kayu yang dari meubel, di hasilkan dari beberapa jenis kayu keras, yang proses pelapukannya memakan waktu yang sangat lama.
Belum lagi, sekam sisa limbah meubel, biasanya sudah tercampur dengan pelumas dan bahan bakar dari mesin meubel. Sehingga sekam yang di hasilkan tidak lagi steril, untuk dijadikan sebagai media tanam jamur tiram.
“Mau beli mesin cacah kayu, duitnya dari mana. Mesin itu harganya mahal. Untuk modal produksi lagi aja sudah nggak ada lagi, apalagi untuk beli mesin pencacah kayu,” ungkapnya pesimis.
Ia berharap memdapat biaya pembinaan dari Pemerintah, agar usaha jamur tiramnya kembali beroperasi.
“Atau kalau ada yang mau kasih saya modal, bisa lah kita nanti join, sistemnya bagi hasil. Karena usaha jamur tiram di Natuna ini, prospect kedepannya sangat bagus,” pungkas Solihin.
Setelah tidak lagi menggeluti usaha budidaya jamur tiram, kini Solihin beralih profesi menjadi petani pisang jenis ulin, janten dan cavensdish. (Udin)
Editor : Imam Agus