Oleh
Hasrul Sani Siregar, MA
Alumni Ekonomi-Politik Internasional, IKMAS, UKM, Malaysia
Salah satu penerapan otonomi daerah adalah meminimalkan potensi perpecahan bangsa yang mana pada akhirnya akan masuk ke dalam disintegrasi bangsa yang akan membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertanyaan-pertanyaan yang demikian barangkali akan muncul dan mengemuka. Adanya otonomi daerah diharapkan akan meredam dan potensi-potensi disintegrasi bangsa dapat dicegah. Oleh sebab itu, dengan penerapan otonomi daerah kesejahteraan rakyat dan pemerataan daerah-daerah dapat dilakukan. Masyarakat tentu berharap banyak terhadap penerapan otonomi daerah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan.
Sudah 23 tahun otonomi daerah berjalan, terhitung sejak mulai berlakunya penerapan otonomi daerah tersebut pada 1 Januari 2001. Di mulai dengan pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan undang-undang nomor 32 Tahun 2004 dan direvisi kembali dengan undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Harapannya bahwa otonomi daerah dapat dirasakan oleh daerah-daerah khususnya daerah-daerah terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pertanyaannya adalah sudahkah penerapan otonomi daerah tersebut dirasakan oleh daerah-daerah terluar yang menjadi gerbang terdepan dalam menjaga kedaulatan negara?. Provinsi-provinsi Kepulauan yang ada di Indonesia khususnya perlu menjadi perhatian utama. Wilayah-wilayah kepulauan di Indonesia umumnya berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Filipina.
Sebagai salah satu agenda reformasi tahun 1998, penerapan otonomi daerah merupakan salah satunya. Penerapan otonomi daerah menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diterapkan sebagai suatu kebijakan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Oleh sebab itu, penerapan otonomi daerah di era reformasi sekarang ini merupakan sesuatu yang mutlak dan wajib dilakukan sesuai dengan amanah undang-undang tentang pemerintahan daerah. Tujuannya adalah dalam rangka mempercepat dan mengejar ketertinggalan di daerah serta dalam upaya meningkatkan pelayanan publik demi kesejahteraan masyakarat di daerah dan tidak terkecuali daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dan daerah-daerah terluar.
Otonomi daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk memberdayakan daerahnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat dan diberi kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri yang diamanatkan oleh undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Namun kewenangan yang diberikan tersebut dikecualikan atas 6 kewenangan yang mutlak (absolut) diurus oleh pemerintah pusat yaitu pertahanan, keamanan, moneter-fiskal, yustisi, politik luar negeri dan agama. Namun selain ke-6 kewenangan yang mutlak tersebut, urusan pemerintahan yang bersifat concurrent diurus bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) menjadi kewenangan bersama dan wajib dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Ada sekitar 31 urusan wajib dan pilihan yang harus dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti halnya urusan wajib harus dilaksanakan yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Pelayanan dasar tersebut seperti halnya kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum dan sebagainya. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dan diterapkan oleh pemerintah daerah. Urusan pilihan tersebut seperti halnya kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan serta energi dan sumber daya mineral.
Pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang melalaikan penyelenggaraan urusan wajib, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari APBD daerah yang bersangkutan. Hal yang demikian untuk mencegah agar daerah jangan mengabaikan pelayanan dasar yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat karena terkait dengan hak-hak konstitusional warga negara dan kepentingan nasional. Aturan yang dibuat seyogyanya untuk memberikan pemahaman untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya, penerapan otonomi daerah telah diatur mana yang menjadi porsi kewenangan Pemerintah pusat dan mana porsi kewenangan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Sebaliknya yang memiliki dampak kurang baik adalah semakin banyaknya keinginan daerah untuk menjadikan daerahnya sebagai daerah otonomi baru (DOB), walaupun secara potensi ekonomi dan sumber daya belum memadai untuk dimekarkan, hanya ingin mengejar dana APBN.
Tidak dapat dimungkiri bahwa, penerapan otonomi daerah juga berdampak terhadap pembentukan daerah otonomi baru (DOB). Daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengurus dan mengelola daerahnya masing-masing sesuai prakarsa dan inisiatifnya. Oleh karenanya, Otonomi daerah yang tidak dikawal secara ketat dan sesuai aturan juga akan berdampak terhadap gagalnya otonomi daerah itu sendiri. Sejak pelaksanaan otonomi daerah dari tahun 2001 hingga tahun 2024 telah terbentuk daerah otonomi baru (DOB) sebanyak 7 provinsi, 115 kabupaten dan 26 kota. Hingga di akhir tahun 2024 ini, jumlah daerah otonom di Indonesia adalah 38 provinsi, 415 kabupaten dan 93 kota. Otonomi daerah tidak bisa dilepaskan dari adanya pemekaran daerah. Kedua hal tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Tanpa adanya otonomi daerah mustahil akan melahirkan daerah otonomi baru (DOB).