Tampak proses pematangan lahan dan turap untuk pembangunan Lapas Kelas II B Blitar, Sabtu (28/10/2023) siang. (Foto : Edi Purnomo)
Blitar, SinarPerbatasan.com – Proyek pembangunan relokasi lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Blitar, yang berada di Kelurahan Sentul Kota Blitar, diduga menggunakan material dari tanah urug ilegal.
Pantauan awak media di lokasi, dalam papan nama proyek, hanya tertera sang pemenang tender, yakni PT Cahaya Legok Pratama dengan anggaran senilai kurang lebih Rp 15,6 Miliar, bersumber dari anggaran Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (RI).
Sedangkan alamatnya disembunyikan. Parahnya lagi, dalam papan nama juga tidak tertulis nama dari konsultan pengawas.
Hal ini tentu menimbulkan kesan, bahwa pelaksanaan proyek tersebut diduga sengaja disamarkan. Banyak pihak yang menilai, hal ini mencederai keterbukaan informasi publik.
Kasus dugaan material tanah urug ilegal mencuat, ketika beberapa warga di sekitaran tambang yang diduga ilegal membocorkan kemana material ini diangkut.
Papan plang proyek pengadaan jasa konstruksi pematangan lahan dan turap relokasi Lapas kelas II B Blitar, Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2023.
“Dibawa ke Kota (Blitar) mas, buat ngurug Lapas kata supirnya,” ucap salah seorang warga sekitaran tambang, yang tidak mau disebut namanya, Sabtu(28/10/2023).
Alhasil, terungkap bahwa material-material ilegal itu diduga menjadi pasokan untuk proses pematangan lahan dan turap pada proyek relokasi Lapas Kelas II B Blitar, yang saat ini sedang berlangsung.
Sementara itu, Fakta lainnya yaitu material urugkan yang digunakan masih terdapat campuran batu berukuran cukup besar. Sedangkan pada tahapan ini bisa menentukan kualitas dan kemampuan tempat yang hendak dibangun.
Andre selaku perwakilan pihak pelaksana saat dikonfirmasi awak media dilokasi proyek tak mau berkomentar jauh. Ia hanya mau menanggapi soal material yang bercampur batuan berukuran besar.
“Iya mas akan kami perhatikan,” kata Andre, Sabtu (28/20/2023).
Ditampat terpisah, Sadewo, salah satu tokoh masyarakat setempat mengatakan, bahwa papan nama proyek itu harus jelas.
“Sudah nggak ada alamatnya, konsultannya juga nggak dicantumkan. Ini ada apa ? Mau main slintat-slintut ? Ini uang negara loh, pertanggung jawabannya ke publik harus jelas,” ucap Sadewo, Sabtu (28/10/2023).
Hasil dari penulusuran awak media ini, di duga titik-titik lokasi tambang tanah urug yang diduga ilegal tersebut, berada di wilayah aliran sungai lahar Gunung Kelud di Desa Kedawung, Selo Tumpuk, dan Sumberingin, yang merupakan wilayah hukum Polres Blitar Kota.
Regulasi soal larangan menggunakan material dari tambang ilegal sudah jelas, tertera pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam aturan itu, terdapat larangan mengambil material dari sumber galian C ilegal untuk mencukupi kebutuhan proyek Pemerintah. (Edi)
Editor : Imam Agus